Marketnesia.id. Annie Park tengah melakukan perjalanan ke Asia Tenggara di 2019. Namun telepon dari sang ibu, mengubah kariernya.
Ibunya Sarah, bosan karena hidup sebagai pensiun. Ia lalu memutuskan untuk membuka toko es krim di Bethesda, Maryland, AS.
Tapi dia membutuhkan Park untuk membantunya selama beberapa bulan agar toko itu berdiri. Telepon itu ternyata yang menjadi awal kesuksesan finansial bagi sang putri yang baru saja lulus dari Universitas Harvard tersebut.
“Sejujurnya, pada awalnya saya seperti, hmmm ‘toko es krim?'” kata Park dikutip CNBC International.
“Saya tidak terlalu bersemangat tentang itu,” ujarnya.
Tapi, tegasnya, hal tersebut akhirnya ia lakukan. Mengingat, ia adalah anak satu-satunya dari ibu tunggal dan seorang imigran.
Ide awal toko es krim mereka adalah sama seperti kebanyakan. Ibu Park membuat es krim sebagai hobi dan sering bereksperimen dengan kombinasi rasa baru.
Namun, berbeda dengan es krim komersial yang mengandalkan pewarna dan perasa makanan, Sarah hanya menggunakan bahan-bahan alami, seperti stroberi asli, bukan perasa stroberi. Strategi ini tak salah.
Sarah’s Handmade Ice Cream yang buka di bulan Maret 2019 ternyata sukses besar. Antrean panjang pelanggan mengular hingga toko tutup pada pukul 21.00 malam.
“Itu adalah sesuatu yang tidak pernah kami duga,” kata Park.
Dalam setahun pun, Sarah’s Handmade Ice Cream juga telah memiliki dua cabana. Satu di Washington DC dan satu lagi di Potomac, Maryland.
Alih-alih membantu selama beberapa bulan, Park akhirnya menjadi mitra penuh waktu dalam bisnis tersebut. Ia kini memiliki 35 karyawan dan menghasilkan pendapatan tahunan sebesar US$1,86 juta (sekitar Rp 26 miliar).
Pada tahun 2022, Park memperoleh lebih dari US$230,000 (sekitar Rp 3,4 miliar) untuk kantongnya sendiri. Itu terdiri dari gaji sebesar US$118,625 dan, sebagai bagian dari kemitraan dengan ibunya, keuntungan dari toko kedua yang berjumlah US$111,677.
Migrasi di Korea
Park sendiri sebenarnya lahir di Seoul, Korea Selatan (Korsel). Namun dan ibunya bermigrasi ke AS sejak 2000, ketika ia berumur 9 tahin.
Pindah ke Maryland memberikan prospek pekerjaan yang lebih baik bagi Sarah. Ia pun bisa menghindari stigma rendah ibu tunggal yang bekerja, yang dipandang buruk dalam budaya Korsel.
Sarah mengerjakan dua hingga tiga pekerjaan sambil mempelajari bahasa baru. Ia juga hanya membelanjakan uang untuk kebutuhan.
“No. Satu pelajaran … materi tidak memberi Anda kebahagiaan,” kata Sarah.
“Anda perlu menghasilkan uang sampai titik tertentu, tetapi begitu Anda mengejar uang, itu tidak akan pernah berakhir,” tambahnya.
Sementara itu, Park bersekolah dan belajar biola. Dengan musik, bahasa bukanlah penghalang bagi Park dan inilah yang membawanya memenangkan beasiswa dan penghargaan.
Setelah SMA, Park kuliah di Boston College, lulus dengan gelar sarjana musik dan komunikasi pada 2013. Dari sana, dia menerima posisi dengan Teach for America, mengajar ESL penuh waktu di pusat kota Baltimore.
Program ini juga membuatnya mampu mendapatkan gelar master. Ia lulus dari jurusan pendidikan secara gratis dari Universitas Johns Hopkins.
“Saya melihat diri saya pada banyak murid saya,” kata Park.
“Banyak dari mereka adalah imigran atau memiliki orang tua yang tidak bisa berbahasa Inggris,” tambahnya.
Enam Bulan yang Sulit
Sebenarnya Sarah’s Handmade Ice Cream tak langsung sukses. Butuh waktu lebih dari enam bulan untuk bisnis menanjak naik.
Sekarang, di lokasi aslinya di Bethesda, toko es krim itu menghasilkan pendapatan tahunan hampir US$1,1 juta. Sedangkan salah satu cabang memiliki pendapatan tahunan mendekati US$767.000.
Di awal bisnisnya konflik pun kerap terjadi antara Sarah dan Park. Mereka belum pernah bekerja sama sebelumnya dan harus belajar bagaimana menyelesaikan perbedaan pendapat.
“Sekarang kami menyadari siapa yang memiliki kekuatan untuk melakukan apa,” kata Sarah.
Park kini menangani operasi sehari-hari, seperti kepegawaian. Sementara ibunya berfokus pada rasa baru dan kontrol kualitas.
Strategi khusus juga dipakai ibu dan anak itu. Sebagai permulaan, toko tersebut tidak pernah memiliki anggaran pemasaran malah menyumbangkan es krim ke organisasi nirlaba dan komunitas lokal yang akhirnya menarik pelanggan setia ke Sarah’s Handmade Ice Cream.
Park juga membuat program untuk karyawan yang sebagian besar duduk di bangku SMA. Pertumbuhan karir program untuk semua tingkat keterampilan dan loyalitas penghargaan.
“Kami tidak mempekerjakan pengawas shift dari luar,” katanya.
Harapan ke Depan
Ke depan, Park berharap untuk membuka lebih banyak toko es krim bersama ibunya. Ia juga bermimpi membeli rumah.
“Saya tidak yakin apakah ini terdengar klise, tapi saya ingin bisa melakukan semuanya,” katanya.
Meskipun dia tidak pernah berencana untuk menjalankan toko es krim, semua pengalamannya sebelumnya memiliki “efek sinergis” baginya. Ia sempat mengajar anak muda hingga mengerjakan proyek wirausaha dan bekerja sebagai barista Starbucks.
“Saya pikir salah satu hal yang benar-benar membentuk keberadaan saya hari ini adalah saya berpikir bahwa semua pengalaman hidup yang berbeda ini acak dan saya pikir saya tersesat,” katanya.
“Rasanya aneh melihat ke belakang dan mengatakan bahwa tidak satu pun dari pengalaman itu yang membuang-buang waktu, saya dapat menggabungkannya bersama dan sekarang ini mendorong saya di Sarah’s Handmade,” tambahnya.
Marketnesia.id