Marketnesia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mengungkap adanya potensi korupsi dalam penyaluran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) minyak solar. Informasi ini didapat dari kajian Risiko Korupsi Pengelolaan JBT Minyak Solar yang dilakukan oleh KPK.
Dalam unggahan di akun Instagram resmi KPK, @official.kpk, pada Kamis (20/6/2024), dijelaskan bahwa kajian tersebut menemukan berbagai permasalahan, termasuk pada data digitalisasi nozzle (pipa semprot) yang mengakibatkan tingginya angka koreksi dan penyimpangan dalam penyaluran.
Tingginya Anggaran Subsidi
Selama tiga tahun terakhir, anggaran dari APBN untuk subsidi JBT mengalami kenaikan yang signifikan, termasuk untuk minyak solar. Pada tahun 2022, anggaran subsidi mencapai Rp 15,22 triliun, meningkat menjadi Rp 23,3 triliun pada tahun 2023, dan terus naik menjadi Rp 25,7 triliun pada tahun 2024.
“Dari hasil kajian, ditemukan bahwa terdapat kendala pada tahap pengawasan dan verifikasi penyaluran. Dari 6.554 SPBU, baru 2.346 data digitalisasi nozzle yang dapat digunakan untuk verifikasi,” jelas KPK.
Potensi Kerugian Negara
KPK memperkirakan bahwa permasalahan ini dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara akibat pemborosan pembayaran subsidi dan kompensasi JBT Solar. Pada tahun 2022 saja, peningkatan volume koreksi JBT mencapai 20.086.062 kilo liter (KL) atau setara dengan Rp 200 miliar.
Selain itu, kajian KPK juga menemukan berbagai masalah dalam proses perencanaan, penyediaan, penyaluran, pengawasan, hingga penerimaan daerah terkait subsidi BBM ini.
Rekomendasi KPK
Untuk memperbaiki penyaluran subsidi JBT Solar, KPK menyampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, lembaga dan kementerian terkait perlu berkoordinasi untuk melakukan revisi titik serah penyaluran JBT Solar dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) ke nozzle pompa SPBU.
Kedua, penting untuk menghimpun basis data profil konsumen pengguna, dengan integrasi data dari berbagai instansi seperti Samsat untuk transportasi darat, Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk data kapal nelayan di bawah 30 GT, serta Kementerian Koperasi dan UKM untuk data usaha mikro.
Ketiga, pengembangan sistem material balance minyak solar terintegrasi sebagai dasar pengambilan kebijakan penyediaan minyak solar guna menjamin pasokan kebutuhan masyarakat.
Terakhir, pemerintah diimbau untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari Undang-Undang (UU) tentang Minyak dan Gas Bumi mengenai sanksi terhadap pelanggaran ketentuan kegiatan hilir migas.
Usulan Menteri ESDM
Sebagai tambahan informasi, Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya mengusulkan kuota BBM jenis Solar subsidi dalam rancangan APBN (RAPBN) Tahun Anggaran 2025 sebesar 18,33-19,44 juta kiloliter (KL). Angka ini meningkat dari yang telah ditetapkan pada tahun 2024 sebesar 17,8 juta KL.
Arifin menjelaskan bahwa arah kebijakan subsidi BBM adalah pemberian subsidi tetap untuk minyak solar dan selisih harga untuk minyak tanah. Pemerintah juga berencana melanjutkan peta jalan registrasi konsumen pengguna BBM subsidi, dengan mempertimbangkan perhitungan regresi non-linear untuk konsumsi BBM terhadap perkiraan PDB 2025 dan metode eskalasi laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan data penyaluran BBM.
Reporter Keuangan: Reza Pahlevi