Jakarta.Marketnesia.id. Ada yang menarik dari paparan kinerja PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) periode kuartal II-2022 beberapa hari lalu. CEO GOTO Andre Soelistyo berkali- kali menekankan kesuksesan manajemen dalam menggenjot nilai transaksi bruto dalam platform atau gross transaction value (GTV), tapi di saat yang sama mampu mengurangi agresivitas bakar uang.
Keberhasilan ini berdampak terhadap indikator kinerja perseroan. Antara lain tercermin pada margin EBITDA margin dan kontribusi margin yang semakin membaik, kendati masih mencetak rugi di semester I-2022. Intinya, total pendapatan (revenue) setelah dikurangi biaya variabel seperti biaya marketing, biaya IT dan lain lain, terus mengalami peningkatan.
Tren ini akan terus berlanjut dan bakal mempengaruhi kinerja perusahaan di masa depan dengan harapan profit bisa diraih lebih cepat. Andre menjelaskan, pada kuartal kedua, Perseroan terus fokus pada pertumbuhan bisnis yang berkualitas dan berkesinambungan. Nilai transaksi bruto (GTV) dan pendapatan bruto terus tumbuh. Margin bisnis juga membaik, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Tren pertumbuhan ini semakin mendorong percepatan langkah menuju profitabilitas.
“Lebih jauh, strategi mengedepankan diferensiasi produk serta bergeser dari bisnis berbasis insentif, membuahkan hasil yang baik. Sejak implementasi strategi tersebut, penggunaan lintas platform meningkat serta memberikan ruang untuk menajamkan fokus, meningkatkan jumlah pelanggan setia dengan monetisasi bernilai tinggi,” kata Andre, dalam keterangan resmi (1/9/2022).
Lalu, bagaimana GOTO bisa mengurangi agresivitas bakar uang, tetapi tidak takut kehilangan pengguna? Bukankah loyalitas konsumen diikat oleh promo dan diskon?
Perlu diketahui, bakar uang adalah praktik yang lazim dilakukan startup, unicorn atau decacorn, untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan volume transaksi. Bakar uang biasanya berupa potongan harga bagi pelanggan, subsidi ke mitra atau promo menarik lainnya seperti gratis ongkir. dan sebagainya. Intinya, berkat jor joran promosi, para mitra penyedia jasa dan konsumen mau bertransaksi di platform.
Kebiasaan ini lambat laun menciptakan satu persepsi bahwa platform yang pelit kasih promosi, akan ditinggalkan pelanggan. Tapi, cara ini punya efek samping. Untuk menjadi sangat royal, pemilik aplikasi startup bukan hanya butuh amunisi dana berlimpah, juga siap- siap mencatatkan biaya operasional yang terus bengkak. Ujungnya berpengaruh ke neraca laba rugi.
Dengan konteks seperti inilah GOTO, Grab dan Sea Group saling berlomba mempertahankan dominasi. Namun, sejak menjadi perusahaan terbuka, mereka tidak lagi sebebas dulu. Apalagi setelah nilai saham teknologi mengalami penurunan harga kehilangan daya tarik sejak setahun terakhir, imbas kenaikan inflasi dan suku bunga acuan global.
marketnesia.id