Jakarta, Marketnesia.id.– Rupiah digdaya melawan dolar Amerika Serikat (AS) pekan lalu. Mata uang Garuda tercatat menguat lebih dari 1,5% ke Rp 14.665/US$ dan berada di level terkuat dalam dua bulan terakhir.
Penguatan rupiah masih berpeluang berlanjut di pekan ini jika indeks dolar AS terus longsor. Pekan lalu, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini merosot nyaris 1% setelah inflasi di Amerika Serikat melandai. Selain itu, Indonesia juga kembali banjir duit asing pada bulan ini yang membuat rupiah makin bertenaga.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Juli 2022 tumbuh 8,5% secara tahunan (year on year/yoy), melandai dibandingkan pada Juni yang tercatat 9,1% (yoy).
Dengan inflasi yang mulai melandai, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan tidak akan lebih agresif lagi dalam menaikkan suku bunga. Dolar AS pun jeblok.
Di sisi lain, investor asing kembali mengalirkan modalnya ke dalam negeri. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan pada Agustus hingga tangga 11 tercatat capital inflow di pasar obligasi sekitar Rp 14 triliun.
Sementara di pasar saham, pada periode 1 – 12 Agustus terjadi inflow sekitar Rp 1,5 triliun. Sehingga total inflow sekitar Rp 15,5 triliun.
Jika aliran modal asing terus masuk ke dalam negeri, maka rupiah bisa semakin perkasa di pekan ini.
Secara teknikal, penguatan tajam rupiah pada pekan lalu membuatnya kembali ke bawah support kuat Rp 14.730/US$, sebab merupakan Fibonacci Retracement 61,8%. Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Penguatan rupiah sebenarnya sudah dimulai sejak membentuk pola Doji pada perdagangan Jumat (22/7/2022).
Pola Doji menunjukkan secara psikologis pasar masih galau menentukan arah, tetapi ketika muncul saat tren naik, maka peluang berbalik turun lebih besar. Artinya Rupiah berpeluang menguat.
Rupiah kini tertahan di sekitar support kuat lagi Rp 14.660/US$ yang merupakan rerata pergerakan 100 hari (moving average 100/MA100).
Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian juga berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang berada di wilayah oversold tentunya berisiko memicu pelemahan rupiah. Resisten terdekat berada di kisaran 14.700/US$, jika ditembus rupish berisiko melemah ke Rp 14.730/US$ yang kini menjadi resisten kuat.
Jika level tersebut juga dilewati dengan konsisten, rupiah berisiko melemah lebih dalam di pekan ini.
Sementara selama tertahan di bawah Rp 14.730/US$, rupiah berpeluang menguat apalagi jika mampu konsisten di bawah MA 100.
Target penguatan di pekan ini ke Rp 14.570/US$ hingga Rp 14.550/US$.
Marketnesia.id