BANDUNG. Marketnesia.id – Warga Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon meraup pundi-pundi rupiah dari bisnis cicak kering. Ya, binatang cicak yang biasa menempel di dinding rumah dikeringkan hingga menghasilkan keuntungan.
Bahkan bisnis cicak kering yang dilakoni oleh sebagain warga ini telah menembus pasar luar negeri alias telah di ekspor. China jadi negara yang rutin menerima pasokan cicak kering tersebut.
1. Berjalan Sejak 13 Tahun Lalu
Bisnis cicak kering di Kecamatan Kapetakan ini digeluti oleh seorang warga bernama Sugandi. Ia telah melakoni bisnis ini selama kurang lebih 13 tahun.
Cicak yang diproduksi dan dijual oleh Sugandi bukanlah cicak hidup, melainkan sudah dalam keadaan kering setelah melewati beberapa tahapan proses.
Dari bisnis cicak kering, Sugandi yang kesehariannya sebagai kepala sekolah di salah satu SD di desanya itu mampu membantu warga sekitar. Beberapa warga, khususnya ibu-ibu ia ajak untuk bekerja membantu proses produksi cicak kering hingga ke tahap pengemasan.
2. Dijual Rp 380 ribu Per Kilogram
Setiap hari Sugandi mampu memproduksi cicak kering hingga 40 kilogram. Sementara jika dalam kurun waktu satu bulan, Sugandi mengaku mampu memproduksi cicak kering lebih dari 1 ton.
Untuk setiap satu kilogram cicak kering, saat ini Sugandi menjualnya dengan harga Rp 380 ribu. Namun, harga tersebut dikenakan untuk cicak kering dengan kualitas bagus atau dalam kondisi utuh.
“Untuk saat sekarang harga per Kilogramnya Rp 380 ribu. Tapi itu untuk cicak kering yang dalam keadaan utuh dan ada ekornya atau istilahnya grade A. Kalau yang grade B itu harganya Rp 280 ribu. Selisih Rp 100 ribu,” kata Sugandi saat berbincang dengan detikJabar di Cirebon, baru-baru ini.
Dalam kurun waktu satu bulan Sugandi mampu memproduksi dan menjual sekitar 1 ton cicak kering baik grade A atau grade B, maka omzet yang didapatnya dari bisnis tersebut diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
3. Diekspor ke China
Menurut Sugandi, cicak kering yang ia produksi bukan untuk dipasarkan di dalam negeri. Namun cicak-cicak itu ia jual ke sejumlah negara di luar negeri seperti China. Sejauh ini, Sugandi mengaku sudah banyak mengekspor cicak kering ke negara tersebut.
“Untuk proses penjualannya itu diurus oleh adik saya. Saya biasa menjualnya ke China,” kata Sugandi.
Untuk kebutuhan pasokan cicak basah,Sugandi biasa mendapatkannya dari parapengepul yang ada di beberapa daerah. Mulai dari Cirebon,Indramayu hinggaKarawang. Dari parapengepul,Sugandi membeli cicak basah dengan harga Rp 52 ribu per 1 Kilogram.
4. Proses Produksi
Sebelum siap untuk dikemas dan diekspor, cicak-cicak basah yang didapatkan Sugandi dari para pengepul akan lebih dulu melewati beberapa tahapan proses.
Pertama-tama, cicak-cicak yang baru datang akan lebih dulu melewati tahap pencucian. Cicak-cicak dicuci agar tidak ada kotoran yang menempel.Setelah proses pencucian selesai, maka tahap selanjutnya cicak-cicak tersebut akan ditata di sebuah wadah khusus sebelum kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga setengah mengering.
“Prosesnya itu pertama dicuci, lalu ditata di rak dan dijemur seharian. Malamnya lalu masuk oven sampai pagi. Setelah kering baru dikemas,” kata Sugandi.
5. Berdayakan Warga Sekitar
Tidak hanya bicara soal keuntungan, bisnis cicak kering yang dijalani oleh Sugandi juga ternyata memiliki dampak positif bagi warga yang ada di sekitar lingkungannya.
Sebab dari bisnis itu, Sugandi bisa mempekerjakan warga, khususnya ibu-ibu yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Saat ini, setidaknya ada sekitar dua puluh orang ibu-ibu yang ia ajak bekerja untuk membantu proses produksi cicak kering, mulai dari tahap pencucian hingga ke tahap pengemasan.
“(Pegawai) ada sekitar dua puluh orang. Semuanya warga sekitar, tetangga semua,” kata Sugandi saat berbincang dengan detikJabar di Cirebon, belum lama ini.
Dua puluh orang ibu-ibu yang bekerja dalam proses pembuatan cicak kering ini, masing-masing memiliki tugas yang berbeda. Ada yang bertugas mencuci dan menjemur cicak dan ada juga yang betugas mengemas cicak-cicak yang sudah jadi.
marketnesia.idÂ